-->

Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim

Sudut Hukum | Dalam suatu perkara setelah proses pemeriksaan pengadilan selesai maka hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diajukan oleh para pihak, terhadap putusan dari majelis hakim tersebut terkadang tidak cukup memuaskan para pihak baik pihak penggugat maupun pihak tergugat, terkadang juga suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan terkadang juga bersifat memihak maka oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan Hakim dimungkinkan untuk diperiksa ulang melalui upaya hukum tersebut.

1. Upaya Hukum Biasa :

Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap Putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, wewenang untuk menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum biasa adalah Perlawanan (Verzet), Banding, Kasasi.

Perlawanan (Verzet)

Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
Perlawanan (verzet) adalah upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap putusan tanpa hadirnya pihak tergugat (Putusan Verstek), hal ini sejalan dengan ketentuan undang-undang, Pasal 125 ayat (3) jo pasal 129 HIR, pasal 149 ayat (3) jo 153 Rbg, pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang dikalahkan.

Apabila setelah dilakukan verzet ternyata Pemohon/Tergugat sekali lagi dikalahkan dengan verstek, karena tidak hadir mengikuti sidang maka ia tidak dapat lagi melakukan verzet, melainkan harus mengajukan banding atas putusan itu. Dalam perkara verzet maka gugatan awal diperiksa kembali seperti perkara semula, artinya disini akan ada jawaban, replik, duplik dan konglusi, tetapi dalam banding hal itu tidak ada melainkan hanya memori banding.

Verzet / Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu sbb :
  1. Perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan putusan verstek diterima Tergugat secara pribadi.
  2. Jika Putusan verstek itu tidak diberitahukan kepada tergugat Pribadi, maka perlawanan masih dapat diajukan sampai hari ke 8 (delapan) setelah tegoran untuk melaksanakan putusan verstek itu.
  3. Atau apabila tergugat tidak datang menghadap ketika ditegur, perlawanan tergugat dapat diajukan sampai hari ke – 8 (pasal 129 ayat (2) HIR, sampai hari ke – 14 (Pasal 153 ayat (2) Rbg sesudah putusan verstek dijalankan.

Perlawanan terhadap putusan verstekdiajukan seperti mengajukan surat gugatan biasa. ( Pasal 129 ayat (3) HIR dan pasal 153 ayat (3) Rbg. Ketika perlawanan telah diajukan maka tertundalah putusan verstek dijalankan.

Banding

Upaya hukum banding dilakukan apabila salah satu pihak baik pihak Penggugat atau pihak Tergugat tidak menerima suatu putusan pengadilan karena merasa hak-hak nya terserang oleh akibat adanya putusan itu. 

Upaya hukum banding diadakan oleh Pembuat undang-undang karena dikhawatirkan hakim adalah manusia biasa yang bisa saja membuat kesalahan dalam menjatuhkan putusan.maka dibukalah kemungkinan bagi orang yang dikalahkan untuk mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.

Yang dapat mengajukan permohonan banding adalah yang bersangkutan (pasal 6 UU No. 20 tahun 1947, pasal 199 Rbg, pasal 19 UU No. 14 tahun 1970, banding ini hanya diperuntukkan bagi pihak yang dikalahkan.Yurisprudensi menentukan bahwa putusan banding hanya dapat menguntungkan pihak yang mengajukan banding, artinya pihak yang tidak mengajukan banding dianggap telah menerima putusan Pengadilan Negeri.

Banding harus diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan didengar, apabila para pihak hadir pada saat diucapkan putusan oleh majelis Hakim, atau 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan putusan apabila para pihak tidak hadir saat putusan dibacakan.

Permohonan banding harus diajukan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, dalam waktu 14 hari terhitung mulai hari berikutnya pengumuman putusan kepada yang bersangkutan,
setelah permohonan banding diterima oleh panitera, maka pihak lawan diberitahukan oleh panitera tentang permintaan banding itu selambat-lambatnya 14 hari setelah permintaan banding itu diterima dan kedua belah pihak diberi kesempatan untuk memeriksa berkasnya di Pengadilan Negeri selama 14 hari (Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 tahun 1947, pasal 202 Rbg, kedua belah pihak boleh memasukkan bukti-bukti baru sebagai bagian dari alasan permohonan banding.

Untuk mengajukan banding diperlukan adanya memori banding yang dikirimkan kepada panitera Pengadilan Negeri, sedang terbanding dapat menjawab memori banding tersebut dengan memasukkan Kontra Memori banding, kemudian salinan putusan serta surat-surat pemeriksaan harus dikirimka oleh
Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi Yang bersangkutan.

Dalam permohonan banding Pembuatan Memori Banding tidaklah merupakan keharusan atau kewajiban, undang-undang tidak mewajibkan pembanding untuk mengajukan Memori bandingnya artinya walaupun tidak dibuat memori Banding oleh Pembanding hal tersebut tetap dibenarkan, dan juga tidak ada batas waktu kapan memori banding harus diserahkan kepada Pengadilan, selama putusan belum diambil oleh pengadilan Tinggi memori banding masih bisa diserahkan.

Kasasi

Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenag dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan – putusan Pengadilan Terdahulu dan ini merupakan peradilan yang terakhir. Tugas Pengadilan Kasasi adalah menguji putusan Pengadilan- Pengadilan bawahan tentang sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah ditetapkan oleh Pengadilan-pengadilan bawahan tersebut.

Untuk mengajukan Kasasi bagi seorang kuasa diperlukan surat kuasa khusus, permohonan kasasi harus diajukan kepada Panitera Pengadilan tempat pertama sekali putusan itu dijatuhkan, permohonan kasasi dapat diajukan baik secara lisan maupun tertulis, namun dalam praktek sekarang ini permohonan kasasi selalu diajukan secara tertulis.

Tenggang waktu untuk mengajukan kasasi adalah 14 hari sejak putusan Pengadilan Tinggi disampaikan kepada yang bersangkutan, dan 14 hari terhitung sejak menyatakan kasasi pemohon kasasi harus menyerahkan Memori kasasi.

Berbeda dengan banding dimana Memori banding bukanlah menjadi kewajiban bagi Pemohon Banding, akan tetapi dalam kasasi, Memori Kasasi adalah merupakan kewajiban bagi Pemohon Kasasi
untuk diserahkan, artinya apabila memori kasasi tersebut tidak dibuat maka permohonan kasasi akan ditolak, terhadap Memori Kasasi Termohon Kasasi dapat menyampaikan Kontra Memori Kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak memori kasasi disampaikan kepadanya. Kontra Memori kasasi yang disampaikan melebihi tenggang waktu tersebut tidak dapat di pertimbangkan lagi.

Untuk melakukan kasasi harus ada alasan-alasan yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan kasasi, alasan-alasan tersebut adalah :
  1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
  2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
  3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Dari alasan-alasan tersebut diatas dapatlah kita ketahui bahwa dalam tingkat kasasi tidak lah diperiksa lagi tentang duduknya perkara atau faktanya tetapi tentang hukumnya, sehingga tentang terbukti tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa. Penilaian tentang hasil Pembuktian tidak dapat di pertimbangkan dalam pemeriksaan ditingkat kasasi.

Pemeriksaan permohonan kasasi meliputi seluruh putusan Hakim yang mengenai hukum nya, baik yang meliputi bagian dari pada putusan yang merugikan pemohon kasasi maupun bagian yang menguntungkan pemohon kasasi. Oleh karena pada tingkat kasasi tidak di periksa ulang duduk perkara atau peristiwanya,maka pemeriksaan tingkat kasasi umumnya tidak dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.

2. Upaya Hukum Luar biasa.

Suatu Putusan yang sudah mempunyai kekuatan Hukum yang tetap (Ingkrach) maka tidak bisa lagi ditempuh upaya hukum biasa, maka dengan diperolehnya kekuatan hukum yang pasti sebuah putusan tidak dapat lagi di robah. Suatu putusan akan memperoleh kekuatan hukum yang pasti apabila tidak tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti ini, tersedia upaya hukum istimewa. Upaya hukum istimewa ini hanyalah dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam undang-undang saja, termasuk upaya hukum luarbiasa adalah Peninjauan Kembali dan Perlawanan dari pihak ketiga.

Peninjauan Kembali

Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadir tergugat (Verstek)dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan, dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah menjadi salah satu pihak didalam perkara yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali.

Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan kembali suatu putusan Pengadilan yang telah berkekuatan Hukum tetap, guna membatalkannya. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menghalangi jalannya Eksekusi atas Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. HIR tidak mengatur masalah peninjauan kembali ini, meskipun demikian dalam praktek diterima oleh Pengadilan Negeri dengan memakai ketentuan Rv sebagai Pedoman.

Untuk melakukan Peninjauan Kembali harus didasarkan pada alasan-alasan, yaitu sbb :
  1. Apabila Putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat, pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
  2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara di periksa tidak dapat di temukan.
  3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada dituntut.
  4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebab nya.
  5. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.
  6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Permohonan Peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Tenggang waktu untuk mengajukan permohonan kembali adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
  • yang disebut pada angka 1 sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat, atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
  • Yang disebut pada angka 2 sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
  • Yang disebut pada angka 3, 4 dan 5 sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
  • Yang tersebut pada angka 6 sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

Permohonan Peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara itu dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan. Mahkamah Agung akan memutuskan perkara tersebut pada tingkat pertama dan yang terakhir. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas alasan-alasan yang dijadikan dasar Permohonan itu dan dimasukkan ke Paniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkata pada tingkat Pertama.

Setelah ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan Peninjauan Kembali maka panitera berkewajiban untuk paling lama dalam waktu 14 hari mengirimkan salinan permohonan kepada pihak lawan pemohon hal ini dilakukan dengan maksud pihak lawan mengetahuinya dan punya kesempatan untuk mengajukan jawabannya.

Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya adalah 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan Peninjauan Kembali tersebut.

Dalam hal mahkamah agung mengabulkan Permohonan kembali tersebut, maka Mahkamah agung membatalkan putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali tersebut dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri perkaranya Apabila Permohanan Peninjauan kembali itu tidak beralasan maka Mahkamah Agung akan menolak permohonan tersebut.

Perlawanan Pihak Ketiga (derdenverzet)

Perlawanan Pihak Ketiga atau derdenverzet adalah suatu Perlawanan yang dilakukan oleh Pihak Ketiga yang tadinya tidak ada sangkut paut nya dengan perkara akan tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga tersebut, berdasarkan pasal 207 HIR, maka pihak ketiga yang melakukan perlawanan atau bantahan harus mengajukan perlawanan tersebut secara tertulis atau secara lisan.

Dalam Praktek terdapat 2 (dua) macam perlawanan pihak ketiga yaitu :
  1. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita Eksekusi, yaitu : perlawanan pihak ketiga terhadap suatu penyitaan terhadap suatu benda atau barang karena putusan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
  2. Perlawanan Pihak Ketiga terhadap sita Jaminan yaitu : Perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga terhadap putusan Pengadilan yang belum mempunyai keputusan Hukum yang tetap.

Perlawanan diajukan kepada Hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. Pihak ketiga yang hendakmengajukan perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja akan tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan hak-hak nya. Apabila Perlawanan itu dikabulkan maka putusan yang dilawan itu akan diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel