-->

Unsur-Unsur jarimah

Sudut Hukum | Telah disebutkan di atas bahwa, jarimah itu merupakan laranganlarangan syara’ yang diancamkan dengan hukuman hadd atau ta'zir. Dengan menyebutkan kata-kata syara' dimaksudkan bahwa laranganlarangan harus datang dari ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara'. Dan berbuat atau tidak berbuat baru dianggap sebagai jarimah apabila diancamkan hukuman kepadanya.

Unsur-Unsur jarimahKarena perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut datang dari syara', maka perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat dan dapat memahami pembebanan (taklif) dan orangnya disebut mukallaf,[1] sebab pembebanan itu artinya panggilan, dan orang yang tidak dapat memahami seperti hewan dan benda-benda mati tidak mungkin menjadi obyek panggilan tersebut.

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah secara umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah yaitu:
a.       Unsur formil (rukun syar'i) yakni adanya nash yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya.

b.      Unsur materiil (rukun maddi) yakni adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat.

c.       Unsur moril (rukun adabi) yakni pembuat, adalah seorang mukallaf (orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya).

Ketiga unsur tersebut di atas haruslah terdapat pada suatu perbuatan untuk digolongkan kepada jarimah. Disamping unsur umum, pada tiap-tiap jarimah juga terdapat unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman seperti, unsur pengambilan dengan diam-diam bagi jarimah pencurian. Misalnya suatu perbuatan dikatakan pencurian manakala barang yang diambil berupa harta, pengambilannya secara diamdiam, dan barang tersebut dikeluarkan dari tempat simpanannya. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut seperti barang tidak berada dalam tempat yang tidak pantas, nilainya kurang dari ¼ (seperempat) dinar, atau dilakukan secara terang-terangan. Meskipun memenuhi unsur-unsur umum, bukanlah dikenakan pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan seperti dalam ketentuan nash Al-Qur'an. Pelakunya hanya terkena hukuman ta'zir yang ditetapkan oleh penguasa.



[1] Mukallaf ialah seorang muslim yang telah akil baligh (dewasa). Dalam Ushul Fiqih mukallaf disebut juga al-mahkum 'alaihi (subyek hukum) yaitu orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT maupun dengan larangan- Nya. Lihat Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Ted, Noer Iskandar, Kaidah-kaidah Hukum Islam ( Ilmu Ushul Fiqih), Ed. 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo, Cet-7, 2000, hlm.3

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel